Tuesday 3 June 2014

Hukum Ketenagakerjaan pada Perempuan


Definisi Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut UU No. 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.

Pengertian Hukum Ketenagakerjaan
Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Bab 1 ayat 1 tentang ketenagakerjaan, yang dimaksud dengan ketenagakerjaan itu sendiri adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja. Jadi Hukum ketenagakerjaan adalah merupakan suatu peraturan-peraturan tertulis atau tidak tertulis yang mengatur seseorang mulai dari sebelum, selama, dan sesudah tenaga kerja berhubungan dalam ruang lingkup di bidang ketenagakerjaan dan apabila di langgar dapat terkena sanksi perdata atau pidana termasuk lembaga-lembaga penyelenggara swasta yang terkait di bidang tenaga kerja
Beberapa ahli mengemukakan pengertian hukum ketenagakerjaan. Berikut adalah pendapat ahli tersebut:
v  Iman Soepomo Hukum perburuhan adalah himpunan peraturan, baik tertulis maupun tidak tertulis yang berkenaan dengan kejadian di mana seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah.
v  Molenaar : hukum perburuhan adalah bagian dari hukum yang berlaku yang pada pokoknya mengatur hubungan antara buruh dan majikan, buruh dengan buruh, dan buruh dengan penguasa
v  MrMok : hukum perburuhan adalah hukum yang berkenaan dengan pekerjaan yang dilakukan dibawah pimpinan orang lain dan dengan keadaan penghidupa yang langsung bergantung dengan pekerjaan itu.
v  M.G.Levenbach : Hukum Perburuhan adalah hukum yg berkenaan dengan hubungan kerja, dimana pekerjaan itu dilakukan dibawah pimpinan dan dgn.keadaan yg langsung bersangkut paut dgn hubungan kerja itu.        
v  Menurut Daliyo : Hukum Perburuhan adalah himpunan peraturan baik yg tertulis maupun tidak tertulis yg mengatur hubungan kerja antara buruh dan majikan. Buruh bekerja pada dan dibawah majikan dgn mendapat upah sebagai balas jasanya.  


Fungsi Hukum Ketenagakerjaan

Menurut Profesor Mochtar kusumaatmadja, fungsi hokum itu adalah sebagai sarana pembaharuan masyarakat. Dalam rangka pembangunan, yang dimaksud dengan sara pembaharuan itu adalah sebagai penyalur arah kegiatan manusia kearah yang diharapkan oleh pembangunan.
Sebagaimana halnya dengan hukum yang lain, hukum ketanagakerjaan mempunyai fungsi sebagai sarana pembaharuan masyarakat yang mnyalurkan arah kegiatan manusia kea rah yang sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh pembangunan ketenagakerjaan

Pembangunan ketenagakerjaan sebagai salah satu upaya dalam mewujudkan pembangunan nasional diarahkan untuk mengatur, membina dan mengawasi segala kegiatan yang berhubungan dengan tenaga kerja sehingga dapat terpelihara adanya ketertiban untuk mencapai keadilan. Pengaturan, pembinaan, dan pengawasan yang dilakukan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku di bidang ketenagakerjaan itu harus memadai dan sesuai dengan laju perkembangan pembangunan yang semakin pesat sehingga dapat mengantisipasi tuntutan perencanaan tenaga kerja, pembinaan hubungan industrial dan peningkatan perlindungan tenaga kerja

Sebagaimana menurut fungsinya sebagai sarana pembaharuan, hukumketenagakerjaan merubah pula cara berfikir masyarakat yang kuno kearah cara berfikir yang modern yang sesuai dengan yang dikehendaki oleh pembangunan sehingga hukum ketenagakerjaan dapat berfungsi sebagai sarana yang dapat membebaskan tenaga kerja dari perbudakan, peruluran, perhambaan, kerja paksa dan punale sanksi, membebaskan tenaga kerja dari kehilangan pekerjaan, memberikan kedudukan hukum yang seimbang dan kedudukan ekonomis yang layak kepada tenaga kerja
                                                                                                      
Hukum Ketenagakerjaan terhadap Perempuan

Pasal 76
(1)  Pekerja/buruh perempuan yang berumur kurang dari 18 (delapan belas) tahun dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00.
(2)  Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya apabila bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00.
(3)  Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 wajib:
a.       memberikan makanan dan minuman bergizi; dan
b.      menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja.
(4)  Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja/buruh perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 05.00.
(5)  Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4) diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 81
(1)  Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid.
(2)  Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Pasal 82
(1)  Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.
(2)  Pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.

Pasal 83
Pekerja/buruh perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja.



Pada praktek di lapangan, sering dijumpai beberapa penyimpangan yang terjadi, diantaranya:
  1. Pekerja wanita yang merasakan sakit pada saat haid hanya diberikan kesempatan untuk beristirahat di poliklinik ataupun ruangan khusus pelayanan kesehatan perusahaan saja. Ada pula pekerja wanita yang dipaksa untuk memperlihatkan darah haid sebagai bukti untuk mendapatkan cuti haid. Sebagian lagi pengusaha tidak keberatan pekerja wanita cuti haid tetapi tidak membayar upah selama tidak bekerja.
  2. Pekerja wanita tidak diijinkan cuti hamil selama 1,5 bulan sebelum melahirkan tetapi diberikan ijin cuti melahirkan selama 3 bulan. Padahal cuti hamil diberikan untuk menjaga agar wanita hamil tidak membahayakan diri dan kandungannya selama bekerja. Ada juga sebagian pengusaha yang mengijinkan pekerja wanita cuti hamil dan melahirkan tetapi tidak membayar upah selama tidak bekerja. Bahkan banyak terdengar bahwa pengusaha melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada pekerja wanita yang hamil ataupun melahirkan.
  3. Pekerja wanita yang mengalami gugur kandungan tidak diberikan cuti dengan alasan menggugurkan dengan sengaja. Apabila pekerja tersebut tidak masuk kerja maka dianggap menjalani cuti tahunan.
  4. Pekerja wanita tidak diberi kesempatan untuk menyusui. Andaipun diberikan kesempatan tetapi tidak diberikan tempat yang layak untuk menyusui.
  5. Pekerja wanita yang bekerja antara pukul 23.00 s.d 07.00 tidak disediakan makanan bergizi dan angkutan antar jemput.

Sanksi Pelanggaran Hukum Ketenagakerjaan terhadap Perempuan
Sanksi-Sanksi Terhadap Pelanggaran Hak Pekerja Perempuan

1. Sanksi Administratif
Sanksi administratif terjadi bila pengusaha atau siapapun memperlakukan pekerja termasuk perempuan secara diskriminasi. Misalnya dalam hal kesempatan yang berbeda dalam mendapatkan kesempatan kerja. (Pasal 190 UUKK). Bentuk sanksi administrative tersebut dapat berupa :
1. Teguran 
2. Peringatan tertulis
3. Pembatasan kegiatan usaha
4. Pembekuan kegiatan usaha
5. Pembatalan persetujuan
6. Penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi
7. Pencabutan izin usaha (Pasal 190 UUKK)

2. Sanksi Perdata
Alasan-alasan pemberlakuan sanksi perdata adalah apabila pekerjaan yang diperjanjikan tersebut ternyata bertentangan dengan kesusilaan dan norma-norma umum. Akibat hukumannya perjanjian tersebut batal demi hukum. (pasal 52 dan pasal 155 UUKK)

3. Sanksi Pidana
Sanksi pidana penjara dan/denda terhadap pelanggaran hak pekerja perempuan termuat dalam beberapa pasal UU Ketenagakerjaan (UUK). Berikut beberapa ketentuan yang mengatur tentang sanksi pidana penjara dan/denda tersebut.

·         Sanksi tindak pidana kejahatan dengan ancaman pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama empat tahun dan atau denda paling sedikit Rp 100.000.000 dan paling banyak Rp 400.000.000 bagi pengusaha yang tidak memberikan kepada pekerja perempuan hak istirahat selama 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan setelah melahirkan sesuai keterangan dokter atau bidan. (Pasal 185)
·         Sanksi tindak pidana pelanggaran dan diancam penjara paling singkat satu bulan dan paling lama empat tahun dan atau denda paling sedikit Rp 10.000.000 dan paling banyak Rp 400.000.000 bagi pengusaha yang tidak membayar upah bagi pekerja perempuan yang sakit pada hari pertama dan hari kedua masa haidnya. Sehingga, tidak dapat menjalankan pekerjaannya. (Pasal 186 UUKK)
·         Sanksi pidana pelanggaran dengan ancaman hukuman kurungan paling sedikit satu bulan dan paling lama 12 bulan dan atau denda paling sedikit Rp 10.000.000 dan paling banyak Rp 100.000.000 terhadap pengusaha yang :
a.      Mempekerjakan perempuan yang berumur kurang dari 18 tahun antara pukul 23.00 s/d pkl 07.00
b.      Mempekerjakan perempuan hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya bila bekerja pada pukul 23.00 s/d 07.00
c.       Mempekerjakan pekerja perempuan antara pukul 23.00 s/d 07.00 yang tidak memberikan makanan dan minuman serta tidak menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja
d.      Tidak menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja perempuan yang berangkat dan pulang kerja antara pukul 23.00 s/d pukul 05.00.


SUMBER:

No comments:

Post a Comment