Definisi Tenaga Kerja
Tenaga
kerja merupakan penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut UU
No. 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah
setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau
jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
Pengertian Hukum Ketenagakerjaan
Menurut
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Bab 1 ayat 1 tentang ketenagakerjaan,
yang dimaksud dengan ketenagakerjaan itu sendiri
adalah segala hal yang berhubungan dengan
tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja. Jadi Hukum
ketenagakerjaan adalah merupakan suatu peraturan-peraturan tertulis atau tidak
tertulis yang mengatur seseorang mulai dari sebelum, selama, dan sesudah tenaga
kerja berhubungan dalam ruang lingkup di bidang ketenagakerjaan dan apabila di
langgar dapat terkena sanksi perdata atau pidana termasuk lembaga-lembaga
penyelenggara swasta yang terkait di bidang tenaga kerja
Beberapa ahli mengemukakan pengertian hukum ketenagakerjaan.
Berikut adalah pendapat ahli tersebut:
v Iman Soepomo : Hukum perburuhan adalah himpunan peraturan, baik tertulis
maupun tidak tertulis yang berkenaan dengan kejadian di mana seseorang bekerja
pada orang lain dengan menerima upah.
v Molenaar : hukum perburuhan adalah bagian dari hukum
yang berlaku yang pada pokoknya mengatur hubungan antara buruh dan majikan,
buruh dengan buruh, dan buruh dengan penguasa
v Mr. Mok : hukum perburuhan adalah hukum yang berkenaan
dengan pekerjaan yang dilakukan dibawah pimpinan orang lain dan dengan keadaan
penghidupa yang langsung bergantung dengan pekerjaan itu.
v M.G.Levenbach : Hukum
Perburuhan adalah hukum yg berkenaan dengan hubungan kerja, dimana pekerjaan
itu dilakukan dibawah pimpinan dan dgn.keadaan yg langsung bersangkut paut dgn
hubungan kerja itu.
v Menurut Daliyo : Hukum Perburuhan adalah himpunan peraturan baik yg tertulis
maupun tidak tertulis yg mengatur hubungan kerja antara buruh dan majikan.
Buruh bekerja pada dan dibawah majikan dgn mendapat upah sebagai balas jasanya.
Fungsi
Hukum Ketenagakerjaan
Menurut Profesor Mochtar kusumaatmadja, fungsi hokum itu
adalah sebagai sarana pembaharuan masyarakat. Dalam rangka pembangunan, yang
dimaksud dengan sara pembaharuan itu adalah sebagai penyalur arah kegiatan
manusia kearah yang diharapkan oleh pembangunan.
Sebagaimana halnya dengan hukum yang lain, hukum ketanagakerjaan mempunyai
fungsi sebagai sarana pembaharuan masyarakat yang mnyalurkan arah kegiatan
manusia kea rah yang sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh pembangunan ketenagakerjaan.
Pembangunan ketenagakerjaan sebagai
salah satu upaya dalam mewujudkan pembangunan nasional diarahkan untuk
mengatur, membina dan mengawasi segala kegiatan yang berhubungan dengan tenaga kerja sehingga
dapat terpelihara adanya ketertiban untuk mencapai keadilan. Pengaturan,
pembinaan, dan pengawasan yang dilakukan berdasarkan perundang-undangan yang
berlaku di bidang ketenagakerjaan itu harus memadai dan sesuai dengan laju
perkembangan pembangunan yang semakin pesat sehingga dapat mengantisipasi
tuntutan perencanaan tenaga kerja, pembinaan
hubungan industrial dan peningkatan perlindungan tenaga kerja.
Sebagaimana menurut fungsinya sebagai sarana pembaharuan,
hukumketenagakerjaan merubah pula
cara berfikir masyarakat yang kuno kearah cara berfikir yang modern yang sesuai
dengan yang dikehendaki oleh pembangunan sehingga hukum ketenagakerjaan dapat
berfungsi sebagai sarana yang dapat membebaskan tenaga kerja dari perbudakan,
peruluran, perhambaan, kerja paksa dan punale sanksi, membebaskan tenaga kerja dari
kehilangan pekerjaan, memberikan kedudukan hukum yang seimbang dan kedudukan
ekonomis yang layak kepada tenaga kerja.
Hukum Ketenagakerjaan terhadap Perempuan
Pasal 76
(1) Pekerja/buruh
perempuan yang berumur kurang dari 18 (delapan belas) tahun dilarang dipekerjakan
antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00.
(2) Pengusaha
dilarang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan hamil yang menurut keterangan
dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya
apabila bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00.
(3) Pengusaha yang
mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul
07.00 wajib:
a.
memberikan
makanan dan minuman bergizi; dan
b.
menjaga
kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja.
(4) Pengusaha wajib
menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja/buruh perempuan yang berangkat
dan pulang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 05.00.
(5) Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4) diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 81
(1) Pekerja/buruh
perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada
pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid.
(2) Pelaksanaan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Pasal 82
(1) Pekerja/buruh
perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum
saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut
perhitungan dokter kandungan atau bidan.
(2) Pekerja/buruh
perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5
(satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau
bidan.
Pasal 83
Pekerja/buruh perempuan yang anaknya masih menyusu harus
diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus
dilakukan selama waktu kerja.
Pada
praktek di lapangan, sering dijumpai beberapa penyimpangan yang terjadi,
diantaranya:
- Pekerja wanita yang merasakan
sakit pada saat haid hanya diberikan kesempatan untuk beristirahat di
poliklinik ataupun ruangan khusus pelayanan kesehatan perusahaan saja. Ada
pula pekerja wanita yang dipaksa untuk memperlihatkan darah haid sebagai
bukti untuk mendapatkan cuti haid. Sebagian lagi pengusaha tidak keberatan
pekerja wanita cuti haid tetapi tidak membayar upah selama tidak bekerja.
- Pekerja wanita tidak diijinkan
cuti hamil selama 1,5 bulan sebelum melahirkan tetapi diberikan ijin cuti
melahirkan selama 3 bulan. Padahal cuti hamil diberikan untuk menjaga agar
wanita hamil tidak membahayakan diri dan kandungannya selama bekerja. Ada
juga sebagian pengusaha yang mengijinkan pekerja wanita cuti hamil dan
melahirkan tetapi tidak membayar upah selama tidak bekerja. Bahkan banyak
terdengar bahwa pengusaha melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada
pekerja wanita yang hamil ataupun melahirkan.
- Pekerja wanita yang mengalami
gugur kandungan tidak diberikan cuti dengan alasan menggugurkan dengan
sengaja. Apabila pekerja tersebut tidak masuk kerja maka dianggap
menjalani cuti tahunan.
- Pekerja wanita tidak diberi
kesempatan untuk menyusui. Andaipun diberikan kesempatan tetapi tidak
diberikan tempat yang layak untuk menyusui.
- Pekerja wanita yang bekerja antara
pukul 23.00 s.d 07.00 tidak
disediakan makanan bergizi dan angkutan antar jemput.
Sanksi Pelanggaran Hukum Ketenagakerjaan terhadap Perempuan
Sanksi-Sanksi
Terhadap Pelanggaran Hak Pekerja Perempuan
1. Sanksi Administratif
Sanksi administratif terjadi bila pengusaha atau
siapapun memperlakukan pekerja termasuk perempuan secara diskriminasi. Misalnya
dalam hal kesempatan yang berbeda dalam mendapatkan kesempatan kerja. (Pasal
190 UUKK). Bentuk sanksi administrative tersebut dapat berupa :
1. Teguran
2. Peringatan tertulis
3. Pembatasan kegiatan usaha
4. Pembekuan kegiatan usaha
5. Pembatalan persetujuan
6. Penghentian sementara sebagian atau seluruh
alat produksi
7. Pencabutan izin usaha (Pasal 190 UUKK)
2. Sanksi Perdata
Alasan-alasan pemberlakuan sanksi perdata adalah
apabila pekerjaan yang diperjanjikan tersebut ternyata bertentangan dengan
kesusilaan dan norma-norma umum. Akibat hukumannya perjanjian tersebut batal
demi hukum. (pasal 52 dan pasal 155 UUKK)
3. Sanksi Pidana
Sanksi pidana penjara dan/denda terhadap
pelanggaran hak pekerja perempuan termuat dalam beberapa pasal UU
Ketenagakerjaan (UUK). Berikut beberapa ketentuan yang mengatur tentang sanksi
pidana penjara dan/denda tersebut.
·
Sanksi tindak pidana
kejahatan dengan ancaman pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling
lama empat tahun dan atau denda paling sedikit Rp 100.000.000 dan paling banyak
Rp 400.000.000 bagi pengusaha yang tidak memberikan kepada pekerja perempuan
hak istirahat selama 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan setelah
melahirkan sesuai keterangan dokter atau bidan. (Pasal 185)
·
Sanksi tindak pidana
pelanggaran dan diancam penjara paling singkat satu bulan dan paling lama empat
tahun dan atau denda paling sedikit Rp 10.000.000 dan paling banyak Rp
400.000.000 bagi pengusaha yang tidak membayar upah bagi pekerja perempuan yang
sakit pada hari pertama dan hari kedua masa haidnya. Sehingga, tidak dapat
menjalankan pekerjaannya. (Pasal 186 UUKK)
·
Sanksi pidana
pelanggaran dengan ancaman hukuman kurungan paling sedikit satu bulan dan
paling lama 12 bulan dan atau denda paling sedikit Rp 10.000.000 dan paling
banyak Rp 100.000.000 terhadap pengusaha yang :
a. Mempekerjakan perempuan yang berumur kurang dari 18 tahun
antara pukul 23.00 s/d pkl 07.00
b. Mempekerjakan perempuan hamil yang menurut keterangan
dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya
bila bekerja pada pukul 23.00 s/d 07.00
c. Mempekerjakan pekerja perempuan antara pukul 23.00 s/d
07.00 yang tidak memberikan makanan dan minuman serta tidak menjaga kesusilaan
dan keamanan selama di tempat kerja
d. Tidak menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja
perempuan yang berangkat dan pulang kerja antara pukul 23.00 s/d pukul 05.00.